PPN 12% Batal, Tapi Harga Sudah Terlanjur Naik. Apa Selanjutnya?

Kronologi:

  • 16 Desember 2024: Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menyatakan bahwa tarif PPN akan tetap sebesar 12%
    • Namun tarif PPN sebesar 11% akan dikhususkan untuk tepung terigu, gula untuk industri, serta minyak goreng merek Minyakita. Hal ini karena 1% dari tarif PPN produk-produk tersebut ditanggung oleh pemerintah.
  • Desember 2024: Pasar mulai menyesuaikan harga, dipicu oleh pengumuman dari lembaga-lembaga resmi mengenai kenaikan PPN, seperti BUMN, Bursa Efek Indonesia, dan perusahaan publik.
    • Pasar pun merespons kenaikan harga ini, dengan menyesuaikan harga, walaupun pengumuman resmi masih menunggu akhir tahun.
  • 31 Desember 2024: Beberapa jam sebelum akhir tahun, sesuai dengan instruksi Presiden Prabowo, tarif PPN 12% hanya akan dikenakan pada barang-barang mewah (PPnBM).
    • Untuk barang lainnya, tarif PPN yang efektif berlaku tetap 11%, dengan menggunakan skema dasar pengenaan pajak (DPP) nilai lain sebesar 11/12 sebagai faktor pengali tarif PPN 12% dan harga jual.
  • Situasi di Lapangan (per Jan 2025): Banyak perusahaan telah terlanjur menerapkan PPN 12% di awal Januari. Pemerintah telah menyiapkan mekanisme untuk mengembalikan kelebihan pembayaran PPN sebesar 1%. Namun, proses pengembalian pajak di Indonesia sering kali tidak mudah, meskipun Kementerian Keuangan telah mengumumkan bahwa pengembalian ini dapat dilakukan dengan mudah dengan menyiapkan struk pembelian.

Sumber

Pada akhir tahun 2024, Indonesia dihebohkan dengan ketidakpastian dan kegaduhan terkait rencana pemerintah untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%. Meskipun rencana ini akhirnya dibatalkan beberapa jam sebelum tahun baru, ketidakpastian yang terjadi sudah terlanjut telah memicu ekspektasi inflasi di pasar.

Dampak Ekspektasi Inflasi: Kenaikan Sebelum December 2024

Ekspektasi inflasi adalah tingkat inflasi yang diperkirakan akan terjadi di masa depan. Dalam kasus ini, meskipun kenaikan PPN belum resmi diterapkan, banyak perusahaan dan pelaku usaha yang sudah menaikkan harga barang dan jasa mereka. Hal ini terjadi karena adanya informasi yang beredar mengenai kemungkinan kenaikan PPN, yang kemudian mempengaruhi perilaku pasar.

Banyak perusahaan formal yang sudah memahami peraturan tersebut dan akan menyesuaikan tarif PPN sesuai dengan peraturan yang ada. Bahkan di bulan November/ Desember sudah ada beberapa Perusahaan yang menaikan harga.

Walaupun belum โ€œresmiโ€ pengumuman rencana kenaikan PPN tersebut di bulan Desember, setelah Bursa Efek Indonesia mengeluarkan surat resmi kenaikan PPN, banyak BUMN dan hampir seluruh  Perusahaan publik akhirnya pun menyesuaikan harga

Pasar pun bereaksi dan melihat rencana kenaikan ini semakin โ€œpastiโ€. 

Unintended Inflation โ€“ Inflasi Tidak Disengaja

Perlu diketahui, di Indonesia, industri non-formal seperti Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mendominasi, dengan sekitar 66 juta UMKM yang menyumbang 61% dari PDB Indonesia. 

Beberapa dari mereka sudah terlanjur menaikkan harga karena ekspektasi inflasi ini.

Yang lebih memprihantikan lagi, kenaikan dari UMKM berpotensi lebih dari 1%. Ini dikarenakan adjustment harga dari pembulatan. Kenaikan bisa per Rp 100.-, per Rp 500.-, atau lebih – bukan kenaikan sebesar 1%.

Saya dengar ada Ibu Kost, karena takut akan kenaikan harga, menaikan harga sebesar Rp 50.000,- , dimana ini jauh di atas dari 1%.

Kita harus melihat data inflasi BPS di bulan Januari – Maret 2025 ini untuk menganalisa lebih lanjut dampak unintended inflation ini.

Kenaikan Dibatalkan Beberapa Jam Sebelum Tahun Baru

Akhirnya, pemerintah membatalkan rencana kenaikan di jam-jam sebelum akhir tahun. Walaupun harga sudah terlanjur naik, saya tetap apresiasi keputusan pemerintah tersebut.

Rencana kenaikan dari pemerintah; Pembatalan dari pemerintah.

Pembatalan rencana PPN ini dilakukan dengan merevisi regulasi, yang menurut saya kurang mudah dipahami. Saya membaca PMK-131/PMK.03/2024 berkali-kali, khawatir di lapangan nanti disalahgunakan atau tidak dipahami dengan mudah oleh pelaku pasar UMKM.

PPN tetap 11% dengan perhitungan yang membingungkan. Dasar Pengenaan Pajak yang di rubah menjadi 11/12.

Sudah terlanjur bayar PPN. Konsumen yang bayar PPN, tapi dikembalikan Perusahaan?

Bagi perusahaan yang sudah terlanjur menerapkan PPN 12% di awal Januari, Kementerian Keuangan telah mengumumkan bahwa kelebihan pembayaran ini dapat dikembalikan dengan mudah. Namun, pengembalian ini kepada siapa? Sepertinya tidak kepada konsumen langsung, sebuah perusahaan tidak tahu siapa saja pembeli sabun. Ini akan menimbulkan polemik, kenapa perusahaan malah bisa mendapatkan keuntungan pengembalian PPN, jika sebelumnya di bayarkan oleh konsumen langsung.

Perlu diperhatikan juga, dalam praktiknya sebelumnya, proses pengembalian pajak di Indonesia sering kali tidak mudah.

Apalagi ditambah melihat rumitnya sistem administrasi perpajakan yang baru saat ini, Core Tax.

Kesimpulan

Ketidakpastian mengenai kebijakan PPN ini telah menyebabkan inflasi yang tidak disengaja atau unintended inflation. Ekspektasi inflasi yang terbentuk akibat informasi yang tidak jelas dan kebijakan yang berubah-ubah dapat menyebabkan pasar menyesuaikan harga lebih tinggi dari yang seharusnya.

Pemerintah melakukan langkah yang benar dengan membatalkan rencana kenaikan tersebut.

Namun tetapi, penting bagi pemerintah untuk memberikan komunikasi yang jelas dan konsisten mengenai kebijakan pajak agar dapat meminimalkan dampak negatif dari ekspektasi inflasi di masa depan.


Posted

in

,

by

Tags:

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *